Senin, 05 November 2007

GUNUNG KELUD

Kaki-kakinya tertancap di tiga kabupaten, Malang, Kediri dan Blitar. Kediri merupakan wilayah yang paling luas dipijaki oleh kaki Kelud. Yang apes adalah wilayah kecamatan, Nglegok, Gandosari, Srengat dan ada lagi satu kecamatan yang namanya diambil dari kejadian letusan G Kelud masa silam, yaitu kecamatan Udanawu. Empat kecamatan tersebut diatas merupakan sasaran aliran lahar dan serbuan hujan abu bila sewaktu-waktu terjadi letusan dan semuanya terletak di Kab. Blitar.

Sejak abad 15 Kelud telah memakan korban lebih dari 15.000 jiwa. Letusan gunung ini pada tahun1586 merenggut korban lebih dari 10.000 jiwa. Setelah letusan pada tahun 1919 dan memakan ribuan korban jiwa ,dibangunlah sebuah terowongan Terowongan yang membelah lereng Gunung Kelud ini panjangnya sekitar 200 meter. Begitu keluar dari terowongan, maka terlihatlah pemandangan indah kawah Gunung Kelud yang berwarna kehijau-hijauan dan tebing-tebing terjal yang meningkatkan adrenalin para pendaki.50 m dari mulut terowongan terdapat Air kawah seluas 12 Ha posisinya diapit 3 Gunung yakni Gunung Kelud, Gajah mungkur dan Sumbing begitu indah dan memesona.
Pada abad ke-20, Gunung Kelud tercatat meletus pada tahun 1901, 1919, 1951, 1966, 1990. Pola ini membawa para ahli gunung api pada siklus 15 tahunan bagi letusan gunung ini. Pada abad 21 telah terjadi letusan yang tidak dahsyad dan hanya mampu membuat Gunung Kecil di tengah danau kawah yang sampai detik ini masih terus berproses semakin besar. Akankah ini akan menjadi anak G Kelud atau hanya berupa pulau kecil di tengah danau

MAESO SURO-LEMBU SURO
Gunung Kelud terbentuk dari sebuah pengkhianatan cinta seorang putri bernama Dewi Kilisuci terhadap dua raja sakti Mahesa Suro dan Lembu Suro. Kala itu, Dewi Kilisuci anak putri Jenggolo Manik yang terkenal akan kecantikannya dilamar dua orang raja. Namun yang melamar bukan dari bangsa manusia, karena yang satu berkepala lembu bernama Raja Lembu Suro dan satunya lagi berkepala kerbau bernama Mahesa Suro.
Untuk menolak lamaran tersebut, Dewi Kilisuci membuat sayembara yang tidak mungkin dikerjakan oleh manusia biasa, yaitu membuat dua sumur di atas puncak gunung Kelud, yang satu harus berbau amis dan yang satunva harus berbau wangi dan harus selesai dalam satu malam atau sampai ayam berkokok.
Akhirnya dengan kesaktian Mahesa Suro dan Lembu Suro, sayembara tersebut disanggupi. Setelah berkerja semalaman, kedua-duanya menang dalam sayembara. Tetapi Dewi Kilisuci masih belum mau diperistri. Kemudian Dewi Kilisuci mengajukan satu permintaan lagi. Yakni kedua raja tersebut harus membuktikan dahulu bahwa kedua sumur tersebut benar-benar berbau wangi dan amis dengan cara mereka berdua harus masuk ke dalam sumur. Terpedaya oleh rayuan tersebut, keduanyapun masuk ke dalam sumur yang sangat dalam tersebut. Begitu mereka sudah berada di dalam sumur, lalu Dewi Kilisuci memerintahkan prajurit Jenggala untuk menimbun keduanya dengan batu. Maka matilah Mahesa Suro dan Lemhu Suro. Tetapi sebelum mati Lembu Suro sempat bersumpah dengan mengatakan. "Yoh, wong Kediri mbesuk bakal pethuk piwalesku sing makaping kaping yoiku. Kediri bakal dadi kali, Blitar dadi latar, Tulungagung bakal dadi Kedung. (Ya, orang Kediri besok akan mendapatkan balasanku yang sangat besar. Kediri bakal jadi sungai, Blitar akan jadi daratan dan Tulungagung menjadi danau).

Label:

Minggu, 21 Oktober 2007

Yaa Allah

Kami berpikir dapat hidup sepuluh, dua puluh tahun lagi, atau mungkin lebih. Kami membuat ancang-ancang mengejar dunia, seperti pelari cepat dalam suatu kejuaraan. Kami mengejar piala keduniawian: Harta, jabatan, nafsu, dan kehormatan --tak peduli jika harus dengan fitnah, pertikaian, bahkan mencelakakan yang menghalangi. Kami sangat mencintai dunia, seakan dunia sumber dari segala kebahagiaan. Kami melahirkan banyak tuhan dari nafsu yang kami ciptakan.
''Apakah mereka mengambil tuhan-tuhan dari bumi, yang dapat menghidupkan (orang-orang mati)? Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu rusak binasa.'' (QS Al-Anbiyah 21-22).
Ya Allah ... kami begitu hina. Bertengkar atas nama kebebasan. Menghujat orang lain, seakan kami paling benar dan suci. Merasa dapat melakukan apa saja, meraih apa saja dengan kedua tangan dan sepasang kaki kami, dengan kehebatan pikiran kami. Segala apa yang telah kami peroleh, kami anggap karena kerja keras dan kehebatan kami. Padahal, dari mana kedua tangan dan kaki itu, dari mana sumber pikiran dan kerja keras itu? Tidakkah hanya dalam hitungan detik, kedua tangan dan kaki kokoh itu dapat terlepas? Pikiran yang cerdas itu bisa pula hilang tanpa bekas.Ya Allah ... kini tinggallah kami dalam kebodohan, kesombongan, kenistaan, pertikaian, dan tidak bisa bersyukur. Kami beranggapan besok masih ada waktu untuk sujud, untuk meminta ampunan-Mu, seakan kami dapat menunda kematian, seakan kematian tunduk pada kehendak kami.
Ya Allah, kami tersesat, jauh sekali